TERKENANG
SMA Raya Jakarta menjadi saksi
atas semua hal-hal yang pernah ku lakukan di dalamnya. Sekolah yang menyimpan kenangan
yang tak dapat diutarakan, tidak bukan hanya satu atau dua kenangan tapi banyak
kenangan. Sekolah yang penuh dengan kasih sayang, canda, tawa, kesedihan dan juga memiliki banyak aturan agar kami
menjadi siswa-siswi yang teladan dan bisa dibanggakan. Sekolah yang memiliki
guru-guru yang baik, ramah dan juga sabar menghadapi kami selama ini.
Perkenalkan namaku Bulan. Aku
bukan lagi siswa SMA Raya, karena aku dan seluruh siswa kelas 9 baik IPA maupun
IPS sudah lulus dari sekolah ini dan saya beserta teman-teman tinggal menunggu
menerima ijazah saja. Dan sekarang aku akan melanjutkan studi ke sebuah
Universitas yang aku inginkan.
Aku hanya ingin bercerita
bagaimana masa-masa saat aku masih bersekolah di SMA ini. Aku duduk dikelas
yang bisa dikatakan menjadi kelas unggulan di jurusan IPA bersama sahabatku
Tari. Kelas yang penuh kekompakkan dan tawa riang. Kelas yang tentunya akan
riuh ketika tak ada guru di dalamnya, dan akan bisu seketika ketika guru piket
yang sedang berjaga tiba-tiba masuk dan menegur kami. Kelas itu menjadi saksi bisu
akan semua peristiwa yang terjadi. Kelas yang mendengarkan guru-guru memuji
kami, juga memarahi kami.
Seperti tanggal 4 Januari lalu,
disaat kami membentuk formasi dengan memegang kertas yang bertuliskan selamat
ulang tahun kepada bu Rufiana. Kami dapat melihat wajah bu Rufiana berseri
memandang kami satu persatu. Happy Birthday bu Rufiana..” sahut kami kompak. “Darimana
kalian tau ulang tahun ibu?” tanyanya tak percaya. “Ada deh Bu,,,” sahut salah
seorang temanku yang kebetulan suaranya sangat nyaring. Setelah bernyanyi,
meniup lilin dan memotong kue, tibalah Bu Rufiana membagikan kuenya untuk kami
semua. Potongan pertama diberikan kepada ketua kelas kami Yudha. “Yudha, bu
berikan potongan kue pertama ini untuk kamu sebagai ucapan terima kasih ibu
kepada kalian semua” ujar Bu Rufiana. “Terima kasih bu” jawab Yudha dengan
senyum kecil dari bibirnya. Yudha adalah seorang yang memiliki watak tegas dan
juga dingin. Aku tidak dekat dengannya namun ada sesuatu di dalam dirinya yang
membuatku ingin lebih mengenalnya. “Ciee ngeliatin Yudha ya?” goda Tari sambil menyenggol
bahuku. “Mau sampe kapan kayak gini terus? Ngomong dong sama dia. Masa udah 2
tahun sekelas ga pernah ngobrol banyak” goda Tari sekali lagi. “Beraninya cuma
ngomongin doang” tambahnya. Aku hanya mencubit lengan tari sambil sedikit meringis
tanpa membalas menjawab candaanya. “Yuk Bu kita foto bareng, itung-itung buat
kenang-kenangan nanti” celetuk Arif salah satu temanku. Ketika Bu Rufiana meng
iyakan, sebagian teman-temanku dengan cepat mengatur posisi mereka
masing-masing tidak terkecuali Tari agar mendapat tempat yang bagus ketika
difoto. Sebagian lainnya tidak ikut berfoto ria karna sibuk dengan kue yang
didapatnya. Berbeda denganku aku hanya terdiam sambil melihat sekelilingku. Kelas ini, letak tempat
duduknya, white board sebagai tempat menulis dan juga sebagai layar untuk
menampilkan materi ketika menggunakan proyektor, pernak-pernik yang tersusun
rapi di dinding. Semua ini sebentar lagi akan menjadi tempat yang paling aku
rindukan. Kenangan bersama guru, sahabat dan tentunya dia.
Hari-hari itu telah berlalu. Aku
akan selalu mengingat semua tentang sekolah ini. Perpustakaan yang sering ku
kunjungi ketika jam kosong ataupun sekedar untuk menjadi alasan ku keluar
kelas. Ruang computer yang selalu dikunjungI ketika memang sedang ada pelajaran
TIK. Ruang Lab Bahasa, Fisika, Biologi, dan Kimia untuk praktek ataupun untuk
mengisi kegiatan ekskul KIR ku. Ekskul yang awalnya kupilih karna berada di
dalam ruangan dan banyak mengandalkan pikiran saja berbeda dengan ekskul
lainnya. Aku akan rindu segalanya tentang sekolah ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar