NPM

KELAS : 4KA07
NPM : 10113329

Jumat, 14 April 2017

PERATURAN DAN REGULASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI

KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan

  1.  Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya;
  2. Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
  3. Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;
  4. Sarana dan prasarana tetekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi;
  5. Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;
  6. Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
  7. Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
  8. Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara;
  9. Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;
  10. Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak;
  11. Pengguna adalah pelanggan dan pemakai;
  12. Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
  13. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
  14. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi;
  15. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;
  16. Interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda;
  17. Menteri adalah Menteri yang ruang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.
Undang-undang Nomor 36 Tahun tentang Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintah an, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.
Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional sudah merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi, penquasaan teknologi telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. Perkembangan teknologi telekomunikasi di tingkat internasional yang diikuti dengan peningkatan penggunaannya sebagai salah satu komoditas perdagangan, yang memiliki nilai komersial tinggi, telah mendorong terjadinya berbagai kesepakatan multilateral. Sebagai negara yang aktif dalam membina hubungan antarnegara atas dasar kepentingan nasional, keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kesepakatan multilateral menimbulkan berbagai konsekuensi yang harus dihadapi dan diikuti. Sejak penandatanganan General Agreement on Trade and Services (GATS) di Marrakesh, Maroko, pada tanggal 15 April 1994, yang telah diratifikasi dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994, penyelenggaraan telekomunikasi nasional menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sistem perdagangan global.
Sesuai dengan prinsip perdagangan global, yang menitikberatkan pada asas perdagangan bebas dan tidak diskriminatif, Indonesia harus menyiapkan diri untuk menyesuaikan penyelenggaraan telekomunikasi.


ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, dan kepercayaan pada diri sendiri.
Pasal 3
Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.

   
PELENGGARAAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 7
1.      Penyelenggaraan telekomunikasi meliputi :
a.       penyelenggaraan jaringan telekomunikasi;
b.      penyelenggaraan jasa telekomunikasi;
c.       penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

2.      Dalam penyelenggaraan telekomunikasi, diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.       melindungi kepentingan dan keamanan negara;
b.      mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global;
c.       dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan;
d.      peran serta masyarakat.

Bagian Kedua
Penyelenggara
Pasal 8
1.      Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a dan huruf b dapat dilakukan oleh badan hukum yang didirikan untuk maksud tersebut berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku, yaitu :
a.       Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
b.      Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
c.       badan usaha swasta; atau
d.      koperasi.
2.      Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c dapat dilakukan oleh :
a.       Perseorangan
b.      instansi pemerintah;
c.   badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi.
3.      Ketentuan mengenai penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 9
1.      Penyelenggara jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi.
2.      Penyelengara jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dalam menyelenggarakan jasa telekomunikasi, menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.
3.      Penyelenggara telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dapat menyelenggarakan telekomunikasi untuk :
a.       keperluan sendiri;
b.      keperluan pertahanan keamanan negara;
c.       keperluan penyiaran.
4.      Penyelenggaraan telekomunikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri dari penyelenggaraan telekomunikasi untuk keperluan :
a.       perseorangan;
b.      instansi pemerintah;
c.       dinas khusus;
d.      badan hukum.
5.      Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


PE NYI DI KAN
Pasal 44
1.      Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Iingkungan Departemen yang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi.
2.      Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
a.  melakukan pemeriksaan atas kebenaran Iaporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
b.  melakukan pemeriksaan terhadap orang dan atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
c.  menghentikan penggunaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku;
d.      memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
e.   melakukan pemeriksaan alat dan atau perangkat telekomunikasi yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
f.    menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
g.  menyegel dan atau menyita alat dan atau perangkat telekomunikasi yang digunakan atau yang diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang telekomunikasi;
h.     meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang telekomunikasi; dan .
i.      mengadakan penghentian penyidikan
3.      Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diiaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-undang Hukum Acara Pidana.


SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 45
Barang siapa melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (1), Pasal 29 ayat (2), Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 ayat (2), Pasal 34 ayat (1), atau Pasal 34 ayat (2) dikenai sanksi administrasi.
Pasal 46
  1. Sanksi admiriistrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 berupa pencabutan izin.
  2. Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah diberi peringatan tertulis.


KETENTUAN PIDANA
Pasal 47
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 48
Penyelenggara jaringan telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 49
Penyelenggara telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 51
Penyelenggara telekomunikasi khusus yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) atau Pasal 29 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Pasal 52
Barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah Negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 53
  1. Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) atau Pasal 33 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
  2. Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling Iama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 54
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) atau Pasal 36 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 55
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 56
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
Pasal 57
Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pasal 58
Alat dan perangkat telekomunikasi yang digunakan dalam tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 52 atau Pasal 56 dirampas untuk negara dan atau dimusnahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 59
Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, dan Pasal 57 adalah kejahatan.

  

Keterbatasan UU Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi


Didalam UU No. 36 telekomunikasi berisikan sembilan bab yang mengatur hal-hal berikut ini; Azas dan tujuan telekomunikasi, pembinaaan, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sanksi administrasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup. Undang-Undang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, karena diperlukan penataan dan pengaturan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang dimana semua ketentuan itu telah di setujuin oleh DPRRI.
                UU ini dibuat karena ada beberapa alasan, salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi.
                Dengan munculnya undang-undang tersebut membuat banyak terjadinya perubahan
dalam dunia telekomunikasi, antara lain :
  1. Telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
  2. Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah berkembang pada TI.
  3. Perkembangan teknologi telekomunikasi di tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
Dari semua pembahasan di atas maka kesimpulan yang dapat saya ambil bahwa,  berdasarkan UU No.36 tentang telekomunikasi, disana tidak terdapat batasan dalam penggunaan teknologi informasi jadi siapapun boleh mengirimkan dan menerima segala bentuk informasi  selama tidak melanggar ketentuan-ketentuan di dalam UU. dan dalam hal pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di dunia telkomunikasi  sudah diatur pada pasal 22, dengan itu masyarakat dapat menikmati telekomunikasi dengan baik dan nyaman mengingat penggunaan teknologi informasi sangat berpengaruh besar untuk negara kita di bidang apapun.



Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar